Adab Berobat (seri 2)

IMG_2232

Pada tulisan sebelumnya telah disampaikan tiga adab berobat. Berikut ini kelanjutan dari tulisan tersebut. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Amin.

[4]. MENCARI KESEMBUHAN SESUAI TUNTUNAN SYARIAT

Permasalahan ini bersifat umum. Banyak sekali cara penyembuhan yang dibolehkan Syariat. Dalam hal ini ada dua poin penting yang harus diperhatikan:

Pertama, bahwa segala macam penyembuhan –medis maupun non medis, obat maupun dokter- hanya sekadar sarana atau sebab kesembuhan, sedangkan yang benar-benar menyembuhkan hanyalah Allah ta’ala.

Kedua, ikhtiyar (usaha) itu tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang haram. Apalagi bila sampai kepada perbuatan yang mengandung kesyirikan. Wal’iyadzu billah.

Berikut beberapa cara penyembuhan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

1). Al-Habatus Sauda`/ Jintan Hitam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( فِي الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَّالسَّامَ )). قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَالسَّامُ الْمَوْتُ، وَالْحَبَّةُ السَّوْدَاءُ الشُّوْنِيْزُ

Di dalam al-habbatus sauda` (jintan hitam) terdapat penyembuhan bagi segala macam penyakit kecuali as-Saam.

Ibnu Syihab mengatakan, “as-Saam berarti kematian, sedangkan al-habbatus sauda` berarti Syuniz”. (HR. al-Bukhari & Muslim)

Dengan izin Allah azza wa jalla jintan hitam sangat bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit.

2). Madu Lebah.

Allah ta’ala berfirman:

يَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيْهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِيْ ذَلِكَ  َلآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ

Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. an-Nahl: 69)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الشِّفَاءُ فِي ثَلاَثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ، وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ

Kesembuhan itu ada pada tiga hal; yaitu pada minuman madu, sayatan bekam dan pengobatan dengan besi panas (kay). Namun aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan kay. (HR. al-Bukhari)

3). Hijamah/Berbekam.

Hal ini sebagaimana telah disebutkan pada hadis di atas. Dan dalam hadis yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ

Sesungguhnya sebaik-baik cara yang kalian lakukan untuk pengobatan adalah dengan berbekam. (HR. al-Bukhari)

• Wasiat Malaikat Untuk Berbekam

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan kisah ketika beliau di Isro`kan, tidaklah beliau melewati sekumpulan Malaikat melainkan mereka berkata, “Perintahkanlah umatmu untuk berbekam“.

• Waktu Terbaik Untuk Bekam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa waktu yang paling baik untuk berbekam adalah pada tanggal 17, 19 dan 21 dengan perhitungan kelender Hijriah. (HR. Abu Dawud, al-Hakim & al-Baihaqi)

Adapun hari yang paling baik adalah pada hari Senin, Selasa dan Kamis. Dan sebaiknya hindari berbekam pada hari Rabu, Jum’at, Sabtu dan Ahad. (HR. Ibnu Majah)

4). Air Zamzam.

Tentang air zamzam ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ (وَشِفَاءُ سُقْمٍ)

Sesungguhnya air zamzam itu penuh berkah. Air zamzam merupakan makanan yang dapat mengenyangkan (dan obat kesembuhan bagi penyakit). (HR. Muslim, al-Bazzar, al-Baihaqi & ath-Thabrani)

Pada hadis Jabir disebutkan:

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

Air zamzam dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan diminumnya. (HR. Ibnu Majah)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Aku sendiri dan juga orang yang lain pernah mempraktekkan upaya penyembuhan terhadap beberapa penyakit dengan air zamzam, dan hasilnya sangat menakjubkan, aku berhasil mengobati berbagai macam penyakit dan aku pun sembuh dengan izin Allah.” (Zadul Ma’ad, jilid IV, hlm. 178 & 393)

5). Bersedekah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ باِلصَّدَقَةِ

Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah. (Hadis hasan. Lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 744)

[5]. MENJAUHI PENYEMBUHAN DENGAN CARA HARAM

Wajib bagi seorang yang menderita suatu penyakit untuk menjauhi pengobatan dengan cara-cara yang diharamkan Syariat. Tentang masalah ini, secara umum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sabda beliau, sebagaimana ucapan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (pengobatan) dengan obat yang khobits (buruk). (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)

Obat yang khobits dalam hadis di atas yaitu obat yang najis atau haram. Sedangkan at-Tirmidzi menafsirkan kata khobits dengan racun.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sebagian ulama menyebutkan bahwa khobitsnya obat itu dapat ditinjau dari dua sisi: Salah satunya, khobits lantaran najis. Yaitu karena mengandung zat haram seperti khomer dan daging hewan yang haram dimakan. Kedua, khobits dari sisi rasa. Tidak diingkari suatu obat tidak disukai lantaran sangat berat bagi jiwa dan dibenci.”

Pernah suatu ketika seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal berobat dengan khomer dan dia berkata: Khomer itu obat. Tapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ، وَلَكِنَّهَا دَاءٌ

Itu bukan obat, tapi racun. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)

[6].HARAMNYA MENDATANGI PARANORMAL

Mendatangi paranormal, dukun, atau orang yang seprofesi dengan mereka untuk menanyakan suatu penyakit, meminta kesembuhan atau tujuan lain yang tidak dibenarkan Syariat hukumnya adalah haram. Apabila sampai membenarkan ucapannya, maka dapat menyebabkan kekafiran, kafir kepada al-Qur`an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

Barang siapa yang mendatangi dukun lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim)

Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa bertanya kepada paranormal terbagi menjadi empat macam:

Pertama: Hanya sekedar bertanya biasa, ini hukumya haram.

Kedua: Bertanya lalu membenarkan ucapannya dan meyakini (kebenarannya), ini adalah kekafiran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافاً أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu ia membenarkan ucapannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hadis shahih. Lihat: Shahih al-Jami’ ash-Shaghar, no. 5934)

Ketiga: Bertanya dengan tujuan mengujinya, apakah ia jujur atau dusta, bukan untuk berpegang dengan ucapannya, maka ini tidak apa-apa dan tidak termasuk ke dalam hadis di atas.

Keempat: Bertanya dengan tujuan untuk menampakkan kelemahan dan kedustaannya, yakni mengujinya pada perkara-perkara yang dapat menampakkan kedustaan dan kelemahannya, maka ini dianjurkan, bahkan bisa jadi wajib”.

Kesimpulannya, bertanya kepada mereka untuk bertanya tentang suatu penyakit atau bertujuan untuk pengobatan hukumnya adalah haram. Sebagai sanksinya, shalat yang ia kerjakan selama empat puluh malam tidak akan diterima Allah subhanahu wa ta’ala. Apabila ia sampai membenarkan ucapannya, maka hal ini dapat menyeret seseorang kepada kekafiran. Wal ‘iyâdzu billâh.

[7]. IKHTIYAR/BERUSAHA

Sebagaimana telah disinggung pada poin ke empat di atas, bahwa ikhtiyar yang dimaksud adalah ikhtiyar yang dihalalkan Syariat, tidak mengandung hal haram, dan tidak pula mengandung kesyirikan.

[8]. BANYAK BERDOA, ISTIGHFAR & BERTAUBAT

Allah ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

Dan Rabb-mu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 40)

• Allah Pasti Mengabulkan Doa

Selama orang yang berdoa menjauhi hal-hal yang bisa menyebabkan tidak terkabulkannya doa maka doa itu akan terkabul insyaAllah. Bagi orang yang berdoa, hendaklah ia memperhatikan beberapa poin berikut ini:

  • Mentauhidkan Allah semata.
  • Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdoa.
  • Khusyu’ dalam berdoa.
  • Menghadap Kiblat.
  • Mengangkat kedua tangan.
  • Dalam keadaan suci (berwudhu).
  • Mencari-cari waktu mustajab.
  • Baik makanan, minuman & pakaiannnya.
  • Menjauhi kemaksiatan.
  • Tidak terburu-buru dengan terkabulkanya doa.
  • Mengulangi doa hingga tiga kali.
  • Tidak memutuskan tali silaturahmi.
  • Tidak mengangkat atau mengeraskan suara.
  • Mengawali doa dengan pujian kepada Allah.
  • Bersholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Terus-menerus dan tidak putus asa, dll.

• Tiga Cara Dikabulkannya Doa

Tidaklah seorang muslim berdoa melainkan Allah akan mengabulkan doa itu dengan salah satu dari tiga hal yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا

Tidaklah seorang muslim memanjatkan sebuah doa yang tidak mengandung dosa dan memutus tali silaturahmi melainkan Allah akan berikan kepadanya salah satu dari tiga hal berikut; doanya segera dikabulkan, akan dijadikan sebagai simpanan untuk hari akhir, atau dia akan dijauhkan dari keburukan yang sebanding dengan doa itu.

[9]. BERADA DI ANTARA RASA HARAP & TAKUT

Pada hadis Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ فَقَالَ: كَيْفَ تَجِدُكَ ؟ قَالَ: وَاللَّهِ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، أَنِّيْ أَرْجُوْ اللَّهَ وَإِنِّيْ أَخَافُ ذُنُوْبِيْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُوْ وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ

Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui seorang pemuda yang hampir meninggal dunia. Lalu beliau bertanya: “Bagaimana engkau dapati dirimu?” Ia menjawab: “Demi Allah ya Rasulullah, sesungguhnya aku berharap kepada Allah, namun aku takut akan dosa-dosaku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah dua hal tersebut (rasa harap dan takut) terkumpul pada hati seorang hamba pada kondisi seperti ini, melainkan Allah akan beri apa yang ia harapkan dan Dia curahkan keamanan dari apa yang ia takuti”. (Hadis hasan riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dll. Lihat kitab al-Misykat, no. 1612)

[10]. LARANGAN MEMINTA KEMATIAN

Dari Ummul Fadhl, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui al-Abbas yang sedang mengeluhkan (suatu penyakit), lalu ia berharap kematian. Maka itu beliau berkata kepadanya:

يَا عَمُّ! لاَ تَتَمَنَّ الْمَوْتَ، فَإِنَّكَ إِنْ كُنْتَ مُحْسِنًا، فَأَنْ تُؤَخَّرْ تَزْدَدْ إِحْسَانًا إِلَى إِحْسَانِكَ، خَيْرٌ لَكَ، وَإِنْ كُنْتَ مُسِيْئًا فَأَنْ تُؤَخَّرْ فَتَسْتَعْتِبْ مِنْ إِسَائَتِكَ، خَيْرٌ لَكَ، فَلاَ تَتَمَنَّ الْمَوْتَ

Wahai paman! Janganlah engkau mengharap kematian. Sebab, bila selama ini engkau berbuat baik, kemudian (umurmu) ditangguhkan, maka itu adalah kebaikan yang akan ditambahkan kepada kebaikanmu dulu, dan itu baik bagimu. Dan bila selama ini engkau berbuat tidak baik, kemudian (umurmu) ditangguhkan, lalu engkau diberi kesempatan untuk bertaubat dari kesalahanmu, maka itu baik pula bagimu. Maka, janganlah engkau mengharap kematian. (HR. Ahmad, Abu Ya’la, dan al-Hakim. Al-Hakim berkata: Shahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim. Dan disepakati adz-Dzahabi. Syaikh al-Albani berkata: Hadis ini hanya sesuai dengan persyaratan al-Bukhari saja)

• Bila Harus Memilih

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِيْ مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِيْ وَتَوَفَّنِيْ إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِيْ

Janganlah sekali-kali seorang dari kalian mengharap kematian lantaran musibah yang menimpanya. Namun bila memang harus melakukannya maka hendaklah ia berkata: “Ya Allah, biarkanlah aku hidup bila hidup ini lebih baik bagiku, dan cabutlah nyawaku bila ternyata kematian lebih baik bagiku. (HR. al-Bukhari & Muslim)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: Hadis ini dengan jelas mengandung larangan meminta kematian karena suatu bahaya yang menimpanya, baik berupa penyakit, musibah, kemiskinan, ancaman dari musuh dan hal lain dari beban-beban dunia. Adapun bila ia khawatir dari sesuatu yang dapat membahayakan agamanya atau fitnah pada agamanya, maka meminta kematian dalam kondisi seperti ini tidak dibenci dengan dasar hadis ini dan yang lain. Sebagian ulama salafpun ada yang melakukannya ketika mereka khawatir fitnah menimpa agamanya. (ShahihMuslim bi Syarh an-Nawawi, jilid 17, hlm. 7-8, cet. al-Mathba’ah al-Mishriyyah bi al-Azhar)

• Sebuah Kisah

Di antara contoh seputar hal ini adalah sebuah kisah yang terjadi pada Yazid bin al-Aswad rahimahullah.

Abu Zur’ah Yahya bin Abu ‘Amr berkata: “Adh-Dhahhak bin Qais dan orang-orang pernah keluar untuk mengerjakan shalat Istisqa` (minta hujan). Namun hujan tidak juga kunjung datang kepada mereka, bahkan awan mendungpun tidak terlihat.”

Adh-Dhahhak berkata: “Dimanakah Yazid bin al-Aswad?” (Dalam sebuah riwayat disebutkan: Namun tidak seorangpun yang menjawabnya. Sehingga ia mengangkat suara lagi: “Dimanakah Yazid bin al-Aswad al-Jurasyi? Aku harap ia berdiri bila mendengar seruanku.”)

Maka Ia (Yazid) berkata: “Saya disini.” Adh-Dhahhak berkata: “Berdirilah! Dan mintalah kepada Allah untuk menurunkan hujan untuk kita.”

Yazid pun berdiri. Lalu ia menundukkan kepalanya dan mengangkat kedua lengannya seraya berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu meminta syafa’at kepada-Mu dengan perantaraku.”

Setelah ia berdoa sebanyak tiga kali, seketika itu juga hujan turun kepada mereka hingga sampai-sampai mereka hampir tenggelam karenanya.

Kemudian Yazid berkata: “Sesungguhnya hal ini telah membuatku terkenal, maka itu istirahatkanlah aku dari hal ini.”

Waktu baru berlalu satu pekan, ternyata Yazid sudah tiada. (Sittu Duror min Ushul Ahli al-Atsar, Abdul Malik Romadhoni, hlm. 47)

[11]. BERTAWAKAL HANYA KEPADA ALLAH

Setelah usaha tersebut dilakukan, tinggal tersisa satu hal yang harus ia perhatikan. Yaitu hendaklah ia bertawakal hanya kepada Allah semata. Artinya ia menyerahkan segalanya hanya kepada Allah semata.

Bila ia sembuh hendaklah banyak-banyak memuji Allah azza wa jalla. Bila belum sembuh juga, hendaklah ia berhusnudzon kepada Allah. Karena banyak sekali hikmah dari penyakit yang dideritanya, baik ia ketahui maupun tidak. Maka itu, bertawakal adalah solusi terbaik setelah ikhtiyar dan doa.

Allah azza wa jalla berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imron: 122)

Firman-Nya:

وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُوْنَ

Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri. (QS. Ibrohim: 12)

Semoga kita dihindarkan dari segala macam penyakit. Bila itu memang harus terjadi, semoga Allah memberikan kesabaran dan keteguhan kepada diri kita. Tak lupa kita memohon kepada Allah agar diberikan pahala yang melimpah dari cobaan tersebut. Wa billahi at-taufiq.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *