Akibat buruk dari cemburu buta begitu mengerikan. Cerita dahulu kala dan realita yang ada di sekitar kita memberikan pelajaran berharga bahwa cemburu buta adalah sesuatu yang sangat tercela. Kisah berikut ini di antara contoh nyata bahwa cemburu buta itu sangat berbahaya.
Teks Riwayat
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا، أَنَّهُ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: إِنِّيْ خَطَبْتُ امْرَأَةً، فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَنِيْ، وَخَطَبَهَا غَيْرِيْ، فَأَحَبَّتْ أَنْ تَنْكِحَهُ، فَغِرْتُ عَلَيْهَا فَقَتَلْتُهَا، فَهَلْ لِيْ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ قَالَ: أُمُّكَ حَيَّةٌ ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: تُبْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَتَقَرَّبْ إِلَيْهِ مَا اسْتَطَعْتَ
قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَار رَحِـمَهُ الله: فَذَهَبْتُ، فَسَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ: لِـمَ سَأَلْتَهُ عَنْ حَيَاةِ أُمِّهِ ؟ فَقَالَ: إِنِّي لَا أَعْلَمُ عَمَلًا أَقْرَبَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ بِرِّ الْوَالِدَةِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah didatangi oleh seorang laki-laki lalu orang itu berkata: “Sesungguhya aku pernah melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah denganku. Lalu ada laki-laki lain yang meminangnya dan ternyata ia tertarik untuk menikah dengan lelaki itu. Akhirnya aku pun cemburu kepada wanita itu hingga aku membunuhnya. Lantas, apakah ada taubat bagiku?” Ibnu Abbas bertanya: “Ibumu masih hidup?” “Tidak,” Jawabnya. Beliau lalu menasihati: “ Bertaubatlah kepada Allah ‘azza wa jalla dan dekatkanlah diri kepada-Nya semaksimal mungkin.”
‘Atho bin Yasar rahimahullah berkata: “Lalu aku pergi (menemui Ibnu Abbas) dan bertanya kepadanya: “Mengapa engkau tadi bertanya kepadanya tentang ibunya apakah masih hidup?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak mengetahui adanya amalan yang lebih dekat kepada Allah ‘azza wa jalla dari pada berbakti kepada bunda.” [Hadis Sahih riwayat al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad. Lihat Shahih al-Adab al-Mufrad, hal. 34 No. 4]
Pelajaran Berharga
Dari kisah singkat di atas dapat kita ambil beberapa pelajaran berharga, di antaranya:
- Nama laki-laki dalam cerita di atas tidak disebutkan untuk menutupi jati dirinya, sebab ia telah melakukan kemaksiatan. Seorang yang melakukan kemaksiatan hendaknya tidak dibuka aibnya di tengah manusia dengan terang-terangan menyebutkan nama dan kemaksiatan yang dilakukannya.
- Kisah di atas menerangkan kepada kita bahaya cemburu buta yang dapat berakibat buruk dan sangat tercela, seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), permusuhan, iri dengki bahkan hingga sampai pada pembunuhan.
- Bagi pelaku maksiat -sebesar apapun dosa yang dikerjakan- hendaknya ia tidak berputus asa dari rahmat Allah ta’ala. Hendaknya ia kembali dan bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
- Seorang yang bertaubat dan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka Allah akan menerima taubatnya.
- Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, di mana berbakti kepada keduanya dapat menjadi pelebur dosa -dengan izin Allah ta’ala-.
- Dalam meminta fatwa, hendaknya seorang mencari seorang yang benar-benar paham urusan agama, sehingga ia akan memberikan solusi yang syar’i dan fatwa yang berdasar kepada ilmu.
- Hendaknya seorang yang berilmu membantu orang lain dan menarik tangannya untuk belajar agama dan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
- Perintah untuk memperbanyak ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah semaksimal mungkin, sebab amalan-amalan baik tersebut akan menghapuskan dosa yang pernah diperbuat.
- Bersemangat dalam menuntut ilmu agama sebagaimana yang ditunjukan oleh Atho’ bin Yasar. Ketika ada satu permasalahan yang belum diketahui, ia langsung bertanya kepada ahlinya.
- Sifat rendah hati dan ketelitian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam berbicara. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku tidak mengetahui adanya amalan … “ bukannya berkata: “Sesungguhnya tidak ada amalan … “.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita menuju akhlak yang mulia dan semoga kita dimudahkan untuk menjauhkan diri dari akhlak-akhlak hina lagi tercela.
Referensi:
- Shahih al-Adab al-Mufrod, Muhammad Nashiruddin al-Albani
- Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad, Husayn al-‘Awaisyah